Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur
hubungan-hubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer
(computer crime) yang kemudian berkembang menjadi cyber crime.
Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang sejalan dalam menangani
kasus kejahatan yang berhubungan dengan komputer yang secara tidak
langsung juga berkaitan dengan masalah cyber crime yakni;
- KUHP mampu untuk menangani kejahatan di bidang komputer (computer crime)Madjono Reksodiputro, pakar kriminolog dari Universitas Indonesia yang
menyatakan bahwa kejahatan komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru
dan masih terjangkau oleh KUHP untuk menanganinya. Pengaturan untuk
menangani kejahatan komputer sebaiknya diintegrasikan ke dalam KUHP dan
bukan ke dalam undang-undang tersendiri.
-
Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer crime)
memerlukan ketentuan khusus dalam KUHP atau undang-undang tersendiri
yang mengatur tindak pidana dibidang komputer.
Sahetapy, tentang bahwa hukum pidana yang ada tidak siap menghadapi
kejahatan komputer, karena tidak segampang itu menganggap kejahatan
komputer berupa pencurian data sebagai suatu pencurian. Kalau dikatakan
pencurian harus ada barang yang hilang. Sulitnya pembuktian dan kerugian
besar yang mungkin terjadi melatarbelakangi pendapatnya yang mengatakan
perlunya produk hukum baru untuk menangani kejahatan komputer agar
dakwaan terhadap pelaku kejahatan tidak meleset.
Jend. Sudama Sastroandjojo, menghendaki perlu adanya ketentuan baru yang
mengatur permasalahan tindak pidana komputer. Tindak pidana yang
menyangkut komputer haruslah ditangani secara khusus, karena
cara-caranya, lingkungan, waktu dan letak dalam melakukan kejahatan
komputer adalah berbeda dengan tindak pidana lain.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP tentang cyber crime
masing bersifat global. Namun berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya
kasus dalam dunia maya (cyber) dan kategorisasi kejahatan cyber menurut
draft convention on cyber crime maupun pendapat para ahli, penulis
mengkategorikan beberapa hal yang secara khusus diatur dalam KUHP dan
disusun berdasarkan tingkat intensitas terjadinya kasus tersebut yaitu:
a. Ketentuan yang berkaitan dengan delik pencurian
b. Ketentuan yang berkaitan dengan perusakan/penghancuran barang
c. Delik tentang pornografi
d. Delik tentang penipuan
e. Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain
f. Delik tentang penggelapan
g. Kejahatan terhadap ketertiban umum
h. Delik tentang penghinaan
i. Delik tentang pemalsuan surat
j. Ketentuan tentang pembocoran rahasia dan;
k. Delik tentang perjudian
Dalam sistem jaringan (network), peng-copy-an data dapat dilakukan
secara mudah tanpa harus melalui izin dari pemilik data. Hanya sebagian
kecil saja dari informasi dan data di internet yang tidak bisa “diambil”
oleh para pengguna internet . Pencurian bukan lagi hanya berupa
pengambilan barang / material berwujud saja, tetapi juga termasuk
pengambilan data secara tidak sah.
Penggunaan fasilitas Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan
kegiatan hacking dan carding erat kaitannya dengan delik pencurian yang
diatur dalam Pasal 362 KUHP. Pencuri biasanya lebih mengutamakan
memasuki sistem jaringan perusahaan finansial seperti penyimpanan data
kartu kredit, komputer-komputer di bank atau situs-situs belanja on-line
yang ditawarkan di media internet dan data yang didapatkan secara
melawan hukum itu diharapkan memberi keuntungan bagi si pelaku.
Keuntungan ini dapat berupa keuntungan langsung (uang tunai) ataupun
keuntungan yang didapat dari menjual data ke pihak ketiga (menjual data
ke perusahaan pesaing).
Carding sendiri dalam versi POLRI meliputi :
1. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing
2. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet
3. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet
4. Mengambil dan memanipulasi data di Internet
5. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada
saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL,
TNT, dan lain-lain.)
Carding (pelakunya biasa disebut carder), adalah kegiatan melakukan
transaksi e-commerce dengan nomor kartu kredit palsu atau curian. Pelaku
tidak harus melakukan pencurian atau pemalsuan kartu kredit secara
fisik, melainkan pelaku cukup mengetahui nomor kartu dan tanggal
kadaluarsanya saja.
Apabila ada seorang asing hendak masuk ke sistem jaringan komputer
tersebut tanpa ijin dari pemilik terminal ataupun penanggung jawab
sistem jaringan komputer, maka perbuatan ini dikategorikan sebagai
hacking. Kejahatan komputer jenis hacking atau cracking (apabila ia
melakukan perusakkan atau gangguan) sangat berbahaya karena apabila
seseorang berhasil masuk ke dalam sistem jaringan orang lain, maka ia
akan mudah untuk mengubah ataupun mengganti data yang ada sebelumnya
pada sistem jaringan.
Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server
yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian yakni biasa disebut
Probing dan port scanning. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan
port scanning atau probing untuk melihat servis-servis apa saja yang
tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat
menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache,
mail server Sendmail, dan seterusnya.
Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah
pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana
yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak)
dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan
pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah
mencurigakan.
Ironisnya adalah berbagai program yang digunakan untuk melakukan
probing atau port scanning ini dapat diperoleh secara gratis di
Internet. Salah satu program yang paling populer adalah nmap (untuk
sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan Superscan (untuk sistem yang
berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga
bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan.
Bahkan saat ini banyak software-software yang menawarkan kemampuan untuk
menjadi seorang cracker dengan mudah. Hanya dengan menjalankan sebuah
fasilitas tertentu yang disediakan software tersebut, seseorang yang
baru mengenal internet pun akan dengan mudah melakukan praktek perbuatan
ini. Entah ini merupakan sebuah kemajuan bagi Ilmu pengetahuan atau
justru sebaliknya.
Sekali cracker (sebutan untuk pelaku cracking) berhasil mengganggu
suatu sistem komputer maka ia akan melakukan berbagai macam tindakan dan
implikasi-implikasi hukum ditentukan oleh hal yang paling berkaitan
dengan yang paling terkait dalam hal ini, la mungkin saja membaca dan
menyalin informasi, yang kemungkinan sangat rahasia, atau ia mungkin
pula menghapus atau mengubah informasi atau program-program yang
tersimpan pada sistem komputer, atau ia barangkali hanya menambahkan
sesuatu. Ada kemungkinan pula ia tergoda untuk mencuri uang atau
memerintahkan komputer untuk mengirimkan barang kepadanya.
Perbuatan mengakses ke suatu sistem jaringan tanpa ijin tersebut
dapat dikategorikan sebagai perbuatan tanpa wewenang masuk dengan
memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan tanpa
haknya berjalan di atas tanah milik orang lain, sehingga pelaku dapat
diancam pidana berdasarkan pasal 167 KUHP dan pasal 551 KUHP.
Pasal 167 KUHP berbunyi :
(1) Barangsiapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan
tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di
situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau
suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.
(2) Barangsiapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan
anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu atau barang
siapa tidak setahu yang berhak lebih dulu sena bukan karena kekhilafan
masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk.
(3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat
menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan
(4) Pidana tersebut dalam ayat (1) dan (3) ditambah sepertiga jika yang
melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu.
Dari Pasal 167 KUHP menurut Andi Hamzah ada beberapa hal yang
menyulitkan aparat penegak hukum dalam upaya penanganan kejahatan
komputer, seperti :
1. Apakah komputer dapat disamakan dengan rumah, ruangan atau pekarangan tertutup.
2. Berkaitan dengan cara masuk ke rumah atau ruangan tertutup, apakah
test key atau pasword yang digunakan oleh seseorang untuk berusaha masuk
ke dalam suatu sistem jaringan dapat dikategorikan sebagai kunci palsu,
perintah palsu atau pakaian palsu.
Pasal lain yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain adalah pasal 551 KUHP.
Pasal 551 KUHP berbunyi :
“Barang siapa tanpa wewenang berjalan atau berkendaraan di atas tanah
yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya, diancam
dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah”
Berkaitan dengan pasal di atas, ada beberapa hal yang tidak sesuai
lagi untuk diterapkan dalam upaya penanganan kejahatan komputer jenis
hacking dan cracking yaitu pidana denda yang sangat ringan (dapat
mengganti pidana kurungan) padahal cracking dapat merugikan finansial
yang tidak sedikit bahkan mampu melumpuhkan kegiatan dari pemilik suatu
jaringan yang berhasil dimasuki oleh pelaku dan perbuatan hacking ini
merupakan awal dari maraknya kejahatan-kejahatan tradisonal dengan
sarana komputer dilakukan. Seperti pencurian, penipuan, penggelapan,
pemalsuan dan lain-lain. Sebagai contoh, seseorang yang dapat masuk ke
suatu jaringan komputer perusahaan akan dengan mudah melakukan transaksi
fiktif yang la kehendaki atau melakukan perbuatan-perbuatan curang
lainnya.